BUDAYA ORGANISASI
Pengertian dan fungsi budaya organisasi
Dalam
kehidupan masyarakat dari ikatan budaya yang di ciptakan budaya tercipta dari masyarakat
yang bersangkutan .seiring dengan bergulirnya waktu budaya masuk ke kalangan
masyarakat dan organisasi maka dari itu budaya organisasi tercipta.
Berikut
ini adalah beberapa pengertian organisasi menurut para ahli :
Menurut
wood,Wallace,zeffane,hund (2001:391)budaya organisasi
adalah system yang di percayai dan nilai yang di kembangkan oleh organisasi
dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
Menurut
tossi,rizzo,carrol seperti yang di kutip oleh munandar (2001:263) budaya organisasi adalah : cara-cara
berfikir,berperasaan,bereaksi,berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam
organisasi.
Menurut
robbins (1996:289) budaya organisasi adalah : suatu
persepsi bersama yang di anut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Menurut
schein (1992:12) budaya organisasi adalah pola dasar
yang di terimaoleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah membentuk
karyawan yang mampu beradabtasi dengan lingkungan dan mempersatukan
anggota-anggota organisasi.
Menurut
cushway dan lodge budaya organisasi merupakan system nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan di lakukan dengan cara para
karyawan berprilaku.
Kotter
and Heskett, (1997:5) mengungkapkan bahwa Budaya
Organisasi muncul dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan yang kurang terlihat
berupa nilai-nilai yang dianut oleh anggota kelompok yang cenderung bertahan
meskipun anggotanya sudah ganti .
Fungsi
Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi itu bermacam-macam banyak
pendapat yang berbeda-beda menurut para ahli.berikut adalah fungsi budaya
organisasi menurut para ahli :
Beach
(Horrison, 1972) mencatat tujuh fungsi penting budaya
organisasi, yaitu :
1. Menentukan
hal penting yang mendasari organisasi ,standar keberhasilan dan kegagalan harus
bias diukur.
2. Menjelaskan
bagaiman sumber-sumber organiosasi digunakan dan untuk kepentingan apa.
3. Menciptakan
apa organisasi dan anggotanya dapat mengharap satu sama lain.
4. Membuat
beberapa metode pengontrolan perilaku dalam keabsahan organisasi dan membuat
yang lain tidak abash yaitu menentukan dimana kekuasaan terletek dalam
organisasi dan bagaimana menggunakannya.
Dan
menurut pendapat Siagian (1992:153) mencatat lima fungsi penting budaya
organisasi, yaitu:
1.Sebagai
penentu batas-batas perilaku dalam arti menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, apa yang dipandang baik atau tidak baik, menentukan yang benar
dan yang salah.
2. Menumbuhkan
jati diri suatu organisasi dan para anggotanya.
3. Menumbuhkan
komitmen sepada kepentingan bersama di atas kepentingan individual atau
kelompok sendiri.
4. Sebagai
tali pengikat bagi seluruh anggota organisasi
5. Sebagai
alat pengendali perilaku para anggota organisasi yang bersangkutan
Yang
terakhir menurut robbins (1996:294) fungsi budaya organisasi adalah :
1) Budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.
2) Budaya
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3) Budaya
mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan
diri individual seseorang.
4) Budaya
merupakat perekat social yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
member standart-standart yang tepat untuk di lakukan oleh karyawan.
5) Budaya
sebagai mekanisme pembuatan makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap
serta prilaku karyawan.
Tipologi Budaya Organisasi
Jeffrey
Sonnenfeld dari Iniversitas Emory telah
mengembangkan suatu bagan label
yang dapat membantu kita melihat perbedaan antara budaya-budaya organisasi dan pentingnya mencocokkan orang-orang
pada budaya itu.
Menurut
Jeffrey Sonmenfeld, (1995:371) secara tipologis, membedakan empat macam
budaya organisasi, yaitu:
1) Academy;
budaya
organisasi yang menekankan pada spesialisasi jabatan. Tipe budaya ini
menghendaki pegawai berasal dari suatu perguruan tinggi yang terkenal yang akan
dididik dan ditempatkan pada suatu bidang kerja yang professional.
2) Club;
tipe
ini menjadikan senioritas, loyalitas, komitmen dan pengalama sebagai ciri khas
budaya organisasi.
3) Baseball-Team;
mencari bakat-bakat muda yang dapat memberikan sumbangan yang cemerlang bagi
kemajuan organisasi. Tidak terhitung mementingkan umur yang terpenting adalah
individu yang memiliki jiwa “enterpreuner” dan inovatif.
4) Fortress;
menekankan
pada kelangsungan hidup organisasi “survival” melalui kepekaan terhadap
tantangan-tantangan baru.
Ada beberapa tipologi budaya
organisasi. Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi
menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan
strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat
dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya
organisasi yang kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke
dalam semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk
mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang
kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya di mana
nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas.
Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen
mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya
organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat
sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar
nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai
dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara
strategik memiliki perspektif yang menegaskan tidak ada resep umum untuk
menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok”
dengan konteksnya. Konteks itu dapat berupa kondisi objektif dari
organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi oleh strategi organisasi atau
strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam
menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi
konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh
karena itu, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan
spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran
bahwa organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan
yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan
melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan
organisasi mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus
berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya,
Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
- Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi
- Norma-norma
- Nilai-nilai yang dominan
- Filosofi
- Aturan-aturan
- Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya
organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti
bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis
organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang
menghasilkan produk barang.
Robbins
(1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
- Inisiatif individu
- Toleransi terhadap risiko
- Pengarahan
- Integrasi
- Dukungan manajemen
- Pengawasan
- Identitas
- Sistem penghargaan
- Toleransi terhadap konflik
DAFTAR PUSTAKA
Mankunegara,Anwar
P.2005.Perilaku dan Budaya Organisasi
. Bandung : Refika aditama
Ndraha, Taliziduhu, 2003.
Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka
Cipta
Tika,
Pabundu, 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan,
Bumi Aksara, Jakarta.
Prof.
Dr. FX. Suwarto, M.S. : Perilaku Keorganisasian : Universitas Atma Jaya
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar