PENDAHULUAN
Menurut
Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan
atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada
kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut Young
(dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang
didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain
untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan
memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono
(2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh
satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau
pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan
tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi
atau kelompok.
Ada pun tipe-tipe kepemimpinan yang dimiliki oleh setiap pemimpin dalam
menjalankan tugasnya dalam masa kepemimpinan tersebut, yaitu:
1. Tipe
Otokratis
Semua ilmuan
yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin
yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.Dilihat
dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat
egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan
“keakuannya”, antara lain dalam bentuk :
- Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
- Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
- Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya
kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
- Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
- Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya.
- Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.
- Menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.
2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya
terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya
dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa
hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang
tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai
tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan
guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
3. Tipe Kharismatik
3. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak
dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang
ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga
mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya
seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak
pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara
konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
4. Tipe Laissez Faire
4. Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini
berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya
karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang
mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin
dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan
pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
5. Tipe
Kepemimpinan Militeristik
Tipe
kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter.
Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
- Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana.
- Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan,
- Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
- Menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya,
- Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya,
- Komunikasi hanya berlangsung searah.
6. Tipe
Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh
pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan
kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan
penghidupan kembali sikap nasionalisme.
7. Tipe
Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.
8. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi
pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan
kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak
pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai
potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia
mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu
memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan
kondisi yang tepat.
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Joko Widodo
Ir. H. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 51 tahun),
atau yang lebih akrab dipanggil Jokowi,
adalah Gubernur DKI Jakarta terhitung sejak tanggal 15 Oktober 2012. Ia
merupakan gubernur ke-17 yang memimpin ibu kota Indonesia.
Sebelumnya, Jokowi menjabat Wali Kota
Surakarta (Solo) selama dua periode, 2005-2010 dan 2010-2015, namun baru 2
tahun menjalani periode keduanya, ia mendapat amanat dari warga Jakarta untuk
memimpin Ibukota Negara. Dalam masa jabatannya di Solo, ia didampingi F.X. Hadi
Rudyatmo sebagai wakil walikota. Ia dicalonkan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan.
Joko Widodo lahir dari pasangan Noto
Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia
terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari
sendiri keperluan sekolah dan uang jajan. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan
sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu
dari ayahnya, ia mulai pekerjaan menggergaji di umur 12 tahun. Penggusuran yang
dialaminya sebanyak tiga kali di masa kecil mempengaruhi cara berpikirnya dan
kepemimpinannya kelak setelah menjadi Walikota Surakarta saat harus menertibkan
pemukiman warga.
Dengan performa akademis yang
dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas
Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu,
pemanfaatan, dan teknologinya.
Selepas kuliah, ia bekerja di BUMN,
namun tak lama memutuskan keluar dan memulai usaha dengan menjaminkan rumah
kecil satu-satunya, dan akhirnya berkembang sehingga membawanya bertemu Micl
Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, Jokowi.
Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa
berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan kota yang baik di Eropa
menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk
memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan
mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya.
B.
Karir Politik
Awal dari karir politik Jokowi adalah maju sebagai Wali kota Surakarta.
Dengan berbagai pengalaman di masa
muda, ia mengembangkan Solo yang buruk penataannya dan berbagai penolakan
masyarakat untuk ditertibkan. Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami
perubahan dan menjadi kajian di universitas luar negeri.
Kemudian Jokowi melakukan suatu Rebranding Solo. Branding untuk kota
Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu "Solo: The
Spirit of Java". Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk
ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman
Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau
terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik,
melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal)
dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh
pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang
tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding
ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan
Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan
Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober
2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival
Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam
digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008
diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran
Penghargaan yang pernah diraih oleh Jokowi atas prestasinya yaitu, oleh Majalah Tempo, Joko Widodo
terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008". Kebetulan di
majalah yang sama pula, Basuki Tjahaja Purnama, atau akrab dengan panggilan
Ahok pernah terpilih pula dalam "10 Tokoh 2006" atas jasanya
memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan di Belitung Timur. Ahok kemudian
akan menjadi pendampingnya di Pilgub DKI tahun 2012. Pada tanggal 12 Agustus
2011, ia juga mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama untuk prestasinya sebagai
kepala daerah mengabdikan diri kepada rakyat. Bintang Jasa Utama ini adalah
penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil.
Kemudian Jokowi diminta secara pribadi oleh Jusuf
Kalla untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilgub DKI tahun
2012. Karena merupakan kader PDI Perjuangan, maka Jusuf Kalla meminta dukungan
dari Megawati Soekarnoputri, yang awalnya terlihat masih ragu. Sebagai wakil,
Basuki T Purnama yang saat itu menjadi anggota DPR dicalonkan mendampingi
Jokowi dengan pindah ke Gerindra karena Golkar telah sepakat mendukung Alex
Noerdin sebagai Calon Gubernur.
Pasangan ini awalnya tidak diunggulkan. Hal ini
terlihat dari klaim calon petahana yang diperkuat oleh Lingkaran Survei Indonesia
bahwa pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan memenangkan pilkada dalam
satu putaran. Selain itu, PKS yang meraup lebih dari 42 persen suara untuk
Adang Daradjatun di pilkada 2007 juga mengusung Hidayat Nur Wahid yang sudah
dikenal rakyat sebagai Ketua MPR RI periode 2004-2009. Dibandingkan dengan
partai lainnya, PDIP dan Gerindra hanya mendapat masing-masing hanya 11 dan 6
kursi dari total 94 kursi, jika dibandingkan dengan 32 kursi milik Partai
Demokrat untuk Fauzi Bowo, serta 18 Kursi milik PKS untuk Hidayat Nur Wahid.
Namun LP3ES sudah memprediksi bahwa Jokowi dan Fauzi Bowo akan bertemu di
putaran dua.
Hitung cepat yang dilakukan sejumlah
lembaga survei pada hari pemilihan, 11 Juli 2012 dan sehari setelah itu, memperlihatkan
Jokowi memimpin, dengan Fauzi Bowo di posisi kedua. Pasangan ini berbalik
diunggulkan memenangi pemilukada DKI 2012 karena kedekatan Jokowi dengan
Hidayat Nur Wahid saat pilkada Walikota Solo 2010 serta pendukung Faisal Basri
dan Alex Noerdin dari hasil survei cenderung beralih kepadanya.
Pada pilkada 2012 putaran kedua, Jokowi berusaha menghubungi dan mengunjungi seluruh calon, termasuk Fauzi
Bowo, namun hanya berhasil bersilaturahmi dengan Hidayat Nur Wahid dan
memunculkan spekulasi adanya koalisi di putaran kedua. Setelahnya, Fauzi Bowo
juga bertemu dengan Hidayat Nur Wahid.
Namun keadaan berbalik setelah
partai-partai pendukung calon lainnya di putaran pertama, malah menyatakan
dukungan kepada Fauzi Bowo. Hubungan Jokowi dengan PKS juga memburuk dengan
adanya tudingan bahwa tim sukses Jokowi memunculkan isu mahar politik Rp50
miliar. PKS meminta isu ini dihentikan, sementara tim sukses Jokowi menolak
tudingan menyebutkan angka imbalan tersebut. Kondisi kehilangan potensi
dukungan dari partai-partai besar diklaim Jokowi sebagai fenomena "Koalisi
Rakyat melawan Koalisi Partai". Klaim ini dibantah pihak Partai Demokrat
karena PDI Perjuangan dan Gerindra tetap merupakan partai politik yang
mendukung Jokowi, tidak seperti Faisal Basri dan Hendrardji yang merupakan
calon independen. Jokowi akhirnya mendapat dukungan dari tokoh-tokoh penting
seperti Misbakhun dari PKS, Jusuf Kalla dari Partai Golkar, Indra J Piliang
dari Partai Golkar, serta Romo Heri yang merupakan adik ipar Fauzi Bowo.
Pertarungan politik juga merambah ke
dunia media sosial dengan peluncuran Jasmev, pembentukan media center,
serta pemanfaatan media baru dalam kampanye politik seperti Youtube. Pihak
Fauzi Bowo menyatakan juga ikut turun ke media sosial, namun mengakui kelebihan
tim sukses dan pendukung Jokowi di kanal ini.
Putaran kedua juga diwarnai berbagai
tudingan kampanye hitam, yang antara lain berkisar dalam isu sara, isu
kebakaran yang disengaja, korupsi, dan politik transaksional.
Setelah resmi menang di perhitungan
suara, Jokowi masih diterpa isu upaya menghalangi pengunduran dirinya oleh DPRD
Surakarta., namun dibantah oleh DPRD. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga
menyatakan akan turun tangan jika masalah ini terjadi, karena pengangkatan
Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak dianggap melanggar aturan mana pun
jika pada saat mendaftar sebagai Calon Gubernur sudah menyatakan siap
mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya jika terpilih, dan benar-benar
mengundurkan diri setelah terpilih. Namun setelahnya, DPR merencanakan
perubahan terhadap Undang-Undang No 34 tahun 2004, sehingga setalah Jokowi,
kepala daerah yang mencalonkan diri di daerah lain, harus terlebih dahulu
mengundurkan diri dari jabatannya pada saat mendaftarkan diri sebagai calon.
Atas alasan administrasi terkait
pengunduran diri sebagai Walikota Surakarta dan masa jabatan Fauzi Bowo yang
belum berakhir, pelantikan Jokowi tertunda dari jadwal awal 7 Oktober 2012
menjadi 15 Oktober 2012. Acara pelantikan diwarnai perdebatan mengenai biaya
karena adanya pernyataan Jokowi yang menginginkan biaya pelantikan yang
sederhana. DPRD kemudian menurunkan biaya pelantikan menjadi Rp 550 juta, dari awalnya
dianggarkan Rp 1,05Miliar dalam Perubahan ABPD. Acara pelantikan juga
diramaikan oleh pedagang kaki lima yang menggratiskan dagangannya. Sehari usai
pelantikan, Jokowi langsung dijadwalkan melakukan kunjungan ke masyarakat.
C.
Gaya Kepemimpinan dan Teori
Kepemimpinan Jokowi
Joko Widodo
adalah sosok sederhana dan membela kesederhanaan. Tanpa banyak mengumbar kata,
dia memberi teladan. Tanpa banyak retorika, dia melakukan gebrakan.
Kesederhanaan itu pula yang membuat dia berhasil memimpin Kota Solo. Bagi
Joko Widodo, kesederhanaan merupakan bagian dari gaya kepemimpinannya. Tiap
orang boleh beda, tapi leader dan leadership, menurut dia, merupakan dua hal
yang menentukan lemah kuatnya seorang pemimpin daerah, bahkan negara. Jokowi
ini juga dikenal sebagai pribadi yang demokratis dan mengayomi kepentingan
warganya hingga level yang paling bawah. Pendekatan personal yang mendahulukan
dialog untuk mendengarkan aspirasi dari bawah, kebijakan yang dikeluarkan
Jokowi minim penolakan. Hal menonjol yang terlihat dalam kepemimpinan
Jokowi adalah perhatian dan apresiasinya terhadap masyarakat dari berbagai
golongan. Jokowi berpendapat bahwa keputusan yang diambil dengan dialog akan
memberikan kepuasan lebih karena semangat penghargaan seorang pemimpin.
Namun
menurut Prijanto, gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dinilai
mirip dengan gaya memimpin di militer. Sebagai pimpinan, Jokowi lebih banyak
keluar meninjau langsung permasalahan dan segala sesuatunya. Sementara
wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, lebih mengurus hal-hal internal, seperti
kepegawaian dan birokrasi.
secara perspektif kepemimpinan militer ini memang hampir ada kemiripannya. Jikalau di militer wakil sebagai ibu rumah tangga berada didalam sedangkan komandan atau panglima berada di luar untuk mempelajari segala sesuatunya.
secara perspektif kepemimpinan militer ini memang hampir ada kemiripannya. Jikalau di militer wakil sebagai ibu rumah tangga berada didalam sedangkan komandan atau panglima berada di luar untuk mempelajari segala sesuatunya.
Gaya Jokowi memimpin dinilainya semakin mirip dengan gaya memimpin di kemiliteran dari caranya memberikan petunjuk kepada wakil dan stafnya. Semua pembahasan dilakukan setelah Jokowi selesai meninjau dan memetakan permasalahan yang terjadi.
Menurut
Prijanto, setelah Jokowi mengetahui akar dari permasalahan yang sedang
dihadapinya tersebut, jokowi akan langsung mengumpulkan stafnya, kemudian
memberikan petunjuk pada SKPD yang terkait. Setelah itu para staf terkait akan
mulai berfikir untuk mencari jalan keluar, lalu menyarankan atau memeberikan
alternatif lain, namun tetap semua itu diputuskan oleh Jokowi. Hal ini dinilai
sangat bagus karena dalam perspektif militer Jokowi dan Ahok termasuk sudah
ideal. Itulah yang dinamakan prosedur hubungan komandan dan staf di militer.
Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat (Aster KSAD) ini menambahkan, kunci sukses Jokowi memecahkan permasalahan Jakarta adalah dengan menilik langsung wilayah yang menjadi kantong-kantong masalah seperti yang ia lakukan selama beberapa hari ini.
Untuk mengetahui apakah Jokowi
mampu atau tidak dalam memimpin Ibu Kota Negara, berikut Gaya Kepemimpinan dan
kepribadian yang ada dalam diri Jokowi :
1). Gaya Kepemimpinan Demokratis,
yakni gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan.
Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang
utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin memberikan banyak informasi
tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. dan gaya kepemimpinan ini
ada dalam diri Jokowi.
2). Gaya Kepemimpinan Karismatis,
kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah mampu menarik orang, dan orang akan
terpesona dengan cara bicaranya yang dapat membangkitkan semangat dan
membangkitkan harapan, biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini
visionaris. pemimpin seperti ini sangat menyenangi perubahan dan tantangan. dan
Jokowi hadir di Jakarta untuk menjadikan “Jakarta Baru” sebuah perubahan yang
di impikan oleh masyarakat Jakarta.
3). Gaya Kepemimpinan Moralis, gaya
kepemimpinan seperti ini adalah orangnya hangat dan sopan kepada semua orang.
gaya kepemimpinan ini memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para
bawahannya, juga sabar, murah hati, segala bentuk kebajikan ada dalam
diri pemimpin ini. orang–orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari
segala kekurangannya. Dan Jokowi adalah seorang pemimpin Moralis (Jokowi ikhlas
gajinya tidak diambil dan dihibahkan kepada rakyatnya yang masih membutuhkan)
“langka” dari sekian banyak pemimpin di Indonesia saat ini.
4). Gaya Kepemimpinan Diplomatis,
kelebihan gaya kepemimpinan ini ada di penempatan perspektifnya. banyak orang
seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. sisanya,
melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih
ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas, apa yang menguntungkan dirinya,
dan juga menguntungkan lawannya.
Jokowi menjadi seorang pigur pemimpin
yang dianggap mampu memberikan alternatif pilihan serta memiliki rekam jejak
yang dianggap mampu mewakili apa yang sebenarnya yang di idam-idamkan khalayak
ramai selama ini, sehingga kehadiran Jokowi di panggung politik pemilihan Gubernur
Jakarta serta menjadi buah bibir diberbagai perbincangan masyarakat Indonesia
bagaikan sebuah oase ditengah apatisme masyarakat yang selama ini telah merasa
muak dan bosan melihat tingkah laku para elit politik yang hanya sibuk sendiri
dengan politik pencitraan, mementingkan diri sendiri serta kelompoknya dan
tidak mampu berempathy terhadap jeritan hati nurani rakyat.
Ruang kosong yang berbentuk kerinduan
atau harapan yang tidak mampu di isi oleh pemimpin lainnya ini merupakan
peluang yang berusaha dimasuki oleh pasangan Jokowi melalui pendekatan
kecerdasan emosional (emotional intelligence / EI), yaitu
memancing tumbuhnya perasaan positif dari dalam diri masyarakat Jakarta
sebagai konstituennya. Pigur Jokowi bagaikan sebuah resonance - sumber
sifat-sifat positif- yang mampu menggerakkan masyarakat untuk mengeluarkan
aspirasinya.
Model yang dipergunakan oleh Jokowi
ini merupakan sebuah terobosan baru untuk meretas kemapanan cara berpikir para
elit politik yang terpelihara dengan baik selama ini, dan dalam hal ini Jokowi
dapat dilihat secara kasat mata mampu mempergunakan kecerdasan emosional
tersebut untuk menyelami isi perasaan masyarakat yang sesungguhnya (ber-empathy),
dan berusaha menempatkan diri serta perasaannya sebagaimana perasaan masyarakat
sebenarnya, artinya tidak cukup hanya ber-simpati tetapi harus mampu ber-empathy.
Ber-empathy dalam hal ini berarti mampu memahami perasaan masyarakat
dan mampu memproyeksikan perasaannya sesuai dengan perasaan masyarakat.
Dalam teori manajemen, kemampuan
mempergunakan kecerdasan emosional ini disebut dengan model primal
leadership, yaitu sebuah model kepemimpinan yang dibangun berdasarkan
pendekatan sistem neurologi yang melalui riset mengenai otak diperoleh
pengetahuan baru yang mengatakan bahwa suasana hati dan tindakan seorang
pemimpin memiliki dampak signifikan kepada orang-orang yang dipimpinnya, dan
penelitian tersebut membuktikan seorang pemimpin yang cerdas secara emosi akan
mampu menginspirasi, membangkitkan gairah dan antusiasme serta membuat orang lain
termotivasi dan berkomitmen.
Sejarah telah banyak mencatat bahwa
pemimpin besar yang mampu menggerakkan orang yang dipimpinnya adalah seorang
pemimpin yang mampu menyelami perasaan rakyatnya, mampu membangkitkan semangat
dan memberikan inspirasi baik itu melalui pikiran, perkataan dan tindakannya
maupun melalui visi dan ide-ide yang dikemukakannya. Sehingga untuk menjadi
seorang pemimpin besar tidak cukup dengan hanya mengandalkan kharisma dan
pencitraan tetapi harus mampu melibatkan emosi.
Kecerdasan emosi ini bagi seorang
pemimpin bersifat primal -yang utama- atau memiliki fungsi
sangat penting dalam sebuah kepemimpinan karena melalui kemampuan mempergunakan
kecerdasan emosi ini seorang pemimpin akan mampu menggerakkan emosi orang-orang
yang dipimpinnya terutama untuk menggerakkan emosi kolektif ke arah yang
positif.
Seorang pemimpin yang memiliki
kecerdasan emosi mumpuni akan dianggap berhasil apabila mampu mendorong emosi
masyarakat ke arah postif, antusiasme, dan berkomitmen, dan seorang pemimpin pecundang
umumnya hanya mengandalkan kemampuannya mendorong orang lain ke arah negative
thingking, kebencian dan kecemasan.
Seorang pemimpin yang mampu
mengembangkan perasaan positif maka pemimpin tersebut akan menjadi resonansi (resonance),
yaitu pemimpin yang mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang-orang yang
dipimpinnya dan menggerakkan perasaan mereka ke arah emosi positif. Kata
resonansi (resonance) berasal dari bahasa latin resonare yang
artinya “menggemakan”, sedangkan menurut Oxford English Dictionary arti
resonance adalah “penguatan atau pemanjangan suara melalui pemantulan”
atau “melalui getaran yang selaras”.
Jadi kepemimpinan yang resonan dapat
dikatakan sebagai salah satu bentuk kepemimpinan yang mampu memantulkan bunyi
untuk menggerakkan nada emosi positif orang yang dipimpinnya yang terlihat
ketika seorang pemimpin mampu membuat getaran yang selaras secara emosional dan
berada pada gelombang yang sama didalam perasaan yang sama.
Salah satu tanda pemimpin yang
resonan adalah ketika seorang pemimpin mampu menjadikan pengikutnya bervibrasi
dengan energi semangat dan antusiasme pemimpin dan ketika seorang pemimpin
mampu menciftakan perekat yang mengikat orang yang dipimpin kedalam sebuah
cita-cita atau visi bersama, dan inilah satu lagi contoh terpenting dalam model
primal leadership.
D.
Kelemahan dan Kelebihan Dalam
Kepemimpinan Jokowi
Dalam kepemimpinan Joko Widodo, tidak
semuanya yang dijalankan dalam kepemimpinannya sebaik dan selancar yang
dipikirkan banyak orang. Terdapat kelemahan dan kelebihan dalam
kepemimpinannya. Adapun kelemahan dalam kepemimpinan Joko Widodo yaitu, Jokowi
memang cenderung memiliki banyak sekali ide-ide yang unik dan bersifat
membangun akan tetapi ide-ide tersebut kurang dapat diimplementasikan secara
maksimal. Oleh karena itu saat ini banyak ide-ide dari Jokowi yang muncul untuk
kemajuan Kota Jakarta namun sampai saat ini masih ada yang tidak memberikan
respon positif terhadap ide sang gubernur Jakarta karena menurut mereka ide
yang dikeluarkan oleh Jokowi tidak dapat dilaksanakan secara maksimal di
Jakarta karena faktor-faktor yang tidak mendukung.
Namun Jokowi juga mempunyai kelebihan dalam menjalankan kepemimpinannya
yaitu, Model primal
leadership yang telah lama hilang dari tengah-tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara selama ini, dan bagaikan sebuah kerinduan yang telah lama tidak
terobati dalam atmosfir kehidupan politik Bangsa Indonesia. Jokowi telah
membawa kembali hal tersebut dan dianggap mampu memimpin dengan metode
merakyat. Mengatasi masalah rakyat dengan mempergunakan kaca mata rakyat serta
kedekatan dirinya dengan perasaan masyarakat menjadi sebuah contoh model
kepemimpinan yang mengandalkan kecerdasan emosional dalam arti keterampilan
kepemimpinan yang mengandalkan kemampuan memproyeksikan diri pemimpin kedalam
perasaan yang sedang dialami oleh masyarakat.
KESIMPULAN
Dari pemaparan yang telah dijelaskan,
Joko Widodo merupakan sosok seorang pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat Jakarta, karena saat ini Jokowi sedang menjabat
sebagai Gubernur Kota Jakarta dengan wakilnya Ahok. Jokowi merupakan pemimpin
yang memiliki daya tarik tersendiri, karena sifatnya yang merakyat beliau mampu
mengambil hati masyarakat tanpa harus melakukan politik elit yang saat ini
sedang marak terjadi. Bahkan Jokowi langsung turun ke lapangan agar beliau
mengetahui akar dari permasalahan yang sedang terjadi serta memberikan solusi
untuk menyelesaikan maslah tersebut.
Sumber :
- http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/
- http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/
- http://qnoyzone.blogdetik.com
- http://kompas.com
- http://megapolitan.kompas.com
- http://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo
- http://politik.kompasmania.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar